Peristiwa 4x6=6x4 di media sosial membuka memoriku akan Matematika (sebagai Mata Pelajaran). Rasa takut, malu, hampa, aneh, ceria, romantis, mewarnai kehidupan Matematikaku.
Berawal di SD kelas 4, aku punya rasa benci dengan Matematika disebabkan Mamak aku yang "reteng". Waktu itu aku punya PR Matematika yang kutanyakan ke Mamak, jawabannya membuat aku kurang mengerti karena tidak sesuai dengan yang diajarkan Guru di sekolah. Jawaban sakti anak SD masa itu adalah "Tapi Gurunya bilang begini Mak!". Keesokan hari aku lihat Mamak protes ke sekolah bertemu dengan Guru Matematika senior, Kepsek, dan beberapa Guru lain tanpa Guru Matematikaku. Apapun hasil pembicaraan mereka aku kurang tahu, kecuali Guru Matematikaku tidak mau ketemu dengan Mamak aku. Waktu itu yang kurasa cuma takut, malu, dan memutuskan sendiri tidak akan pernah minta bantuan Mamak untuk selesaikan PR Matematika serta tidak akan pernah mau tanya jawab dengan Guru Matematika yang berkaitan dengan pelajaran.
Di masa SMP aku merasa tidak punya ketertarikan sama sekali dengan Matematika sampai-sampai tidak pernah tahu materi Matematika apa yang kuserap. SMP ku waktu itu cukup terkenal dan menjadi favorit (se kecamatan doang....hahaha). Sehingga punya Guru matematika yang lumayan banyak secara jumlah (seingatku lebih dari 4 orang). Di masa ini aku ngerasain belajar Matematika pake ngantuk luar biasa (hebat kan...), aneh karena punya guru unik dan ceria nakal. ^_^
Pernah diajar Ibu Guru yang moodnya bisa terlihat dari warna baju yang dipakai hari itu. Kalo merah, berarti Ibu Guru bakalan marah seharian dan kalau biru atau hijau bakalan baik terus seharian. Kalau kuning ato oranye bakalan tidak terlalu marah seperti pada saat pakai Baju Merah. Detailnya lupa lupa ingat tapi hal ini mempengaruhi kebiasaan para siswa pada hari ada pelajaran matematika. Pagi hari setelah apel atau SKJ, yang pertama dilakukan adalah cari tahu warna pakaian Ibu Guru. Kalo merah berarti kami harus siapkan kelas dengan sebersih mungkin, bila perlu isi vas kecil dengan bunga yang dipetik dari halaman sekolah dan taruh di meja Ibu Guru dengan harapan marahnya berkurang sedikit.....aneh dan lucu kami waktu itu.
Pernah juga diajar Bapak Guru yang mirip Inspektur Vijay di film-film India.....hahahaha.
Beliau sangat disiplin kalau bicara peralatan ukur Matematika secara bawaannya selalu penggaris kayu yang puanjang itu. Kami diwajibkan membawa penggaris 30 cm, penggaris busur, jangka dan pensil setiap pelajaran Matematika. Untuk siswa yang menggunakan angkutan umum sering sekali bermasalah dengan penggaris 30 cm yang patah terutama buat siswa laki-laki. Kalau ditinggal di laci kelas juga tidak menjadi solusi karena selalu raib. Sebelum memulai pelajaran beliau selalu meminta semua siswa mengeluarkan alat "perang"nya dan disusun di atas meja untuk diperiksa satu persatu.Jika ada siswa yang tidak membawanya berarti siap menerima hukuman yang tidak enak di badan. Karena tragedi penggaris 30 cm patah selalu terjadi sehingga kami mengakali beliau dengan cara yang enggak mutu banget. Siswa yang tidak punya penggaris 30 cm akan meminjam bungkus plastik penggaris berwarna biru dari teman-teman yang lain dan di susun di atas mejanya. Pada saat Guru mengecek setiap meja siswa, beliau akan senyum bangga karena semua siswa patuh dengan ketentuannya. Namun rasa tenang itu buyar pada saat di tengah pelajaran karena siswa sudah mulai berisik pinjam sana pinjam sini. Pak Guru bingung dan marah......hahahahaha.
Besoknya setiap memeriksa meja siswa tidak hanya mengandalkan pandangan tetapi juga sentuhan. Setiap bungkus plastik penggaris 30 cm yang berwarna biru itu akan di angkat dan jika lunglai berarti isinya tidak ada... ^_^
Masa SMA semakin suram saja Matematikaku, aku bahkan tidak ingat Guru Matematikaku kecuali Guru yang sekaligus Wakasek. Tetapi di akhir SMA aku mengalami jatuh cinta kepada Matematika karena Kepsek yang sekilas ajarkan Matematika dengan cara yang berbeda. Pada saat itu aku merasa Matematika bukan hanya masalah simbol tetapi nalar. Asyeeekkkk.....
Kuliah?????????
Sodara-sodara.....sesungguhnya aku masuk jurusan Matematika.
Koq bisa????????
Matematika pada saat itu adalah pilihan kedua saat tes masuk Universitas dan karena tidak ada jurusan lain yang aku minati. Nekat sekali rasanya memilih jurusan ini hanya karena jatuh cinta di akhir SMA.
Rasanya seperti apa??????
Pusinglah.......Matematika di SD aja suka bikin pusing apalagi kuliah *emosi jiwa.
Yang menyenangkan di masa ini adalah......?????
Kalau dulu rasanya sedikit sekali yang menyenangkan tetapi kalau diingat di masa kini rasanya menyenangkan.
Di masa itu belajar memahami bahwa setiap simbol memiliki arti dan menterjemahkannya menjadi bahasa yang mudah diterima. Sebaliknya setiap masalah kompleks bisa disederhanakan sedemikian rupa dengan menggunakan simbol yang ada. Romantis sekali yaaaa......
Memahami arti diferensial dan integral, deret fibonacci, bilangan bulat, angka biner, varian, teori bilangan, matriks, kalkulus vektor.....(Waduh, jariku mendadak keriting karena menulis istilah Matematika hahahaha).
Semasa kuliah lebih ditekankan kepada proses penyelesaian masalah bukan hasil akhirnya. Karena hasil akhir bisa saja berbeda karena proses penyelesaiannya menggunakan defenisi dan teorema yang berbeda. Kalaupun hasil akhirnya berbeda tidak akan menjadi salah, namun dari proses penyelesaiannya akan bisa dilihat apakah menggunakan defenisi dan teorema yang tepat sesuai dengan permasalahannya.
Kuliah jurusan Matematika tidak hanya belajar tentang pembuktian teorema yang njelimet sampe bikin mata menyipit dan bibir monyong.....(coba dipraktekkan...bagus).
Banyak materi juga mengajarkan terapan dari Matematika, waktu itu yang lagi hits adalah Logika Kabur atau Fuzzy Logic dan Statistika (menurut aku loh...bisa berbeda menurut orang lain).
Terapan Fuzzy Logic bisa dilihat di mesin cuci automatic, masukkan pakaian yang mau di cuci maka ada bagian mesin yang akan bergerak untuk menghitung beratnya pakaian dan akan menghitung berapa banyak air dan deterjen yang dibutuhkan serta berapa menit waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Kulkas dan AC sekarang juga sudah pakai perhitungan Fuzzy Logic untuk menghemat penggunaan listrik namun bekerja dengan maksimal, yang sekarang kita kenal dengan Tehnologi Inverter.
Aktuaria berhubungan dengan perhitungan asuransi. Dulu tidak ambil kuliah ini karena "males" dan kebetulan tidak wajib. Sekarang jadi suka baca sedikit-sedikit...nyeselnya sekarang deh...
Kalau Statiska semua orang pasti tahu, terapannya sangat luas. Dipakai untuk hitung cepat setiap Pemilu salah satunya.
Punya pengalaman menarik waktu belajar memperkirakan jam kematian jenazah. Dikombinasi dengan Biologi karena harus mengetahui sifat darah dan tubuh manusia. Serasa waktu itu orang Matematika paling tahu banyak hal deh...hahaha.
Mempelajari Matematika sedikitpun tidak punya penyesalan walaupun tidak maksimal. Yang disesali hanyalah "tidak maksimal" itu saja padahal di Matematika banyak harta karun yang selalu memberikan kejutan-kejutan manis.
Matematika buat aku tidak hanya bicara penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, tidak terhingga, tidak terdefenisi, integral, diferensial, tetapi bicara bagaimana memiliki pemahaman dengan menggunakan penalaran terhadap suatu hal apapun itu.
Karena aku bukan Guru, jarang sekali ketemu teman kerja yang lulusan Matematika atau Fisika (kalau Biologi dan Kimia selalu ada aja sih...). Lucunya kalau punya teman kerja lulusan jurusan Matematika atau Fisika suka becandaan menggunakan istilah-istilah Matematika trus ketawa-ketawa enggak jelas. Kalau ada teman kerja lain yang komentarin kita aneh, tinggal bilang "Situ mau di diferensialkan?Sampai tidak terdefenisi?Kita kan enggak satu himpunan...." hahahaha *sadis
Bersyukur kalau diberikan kesempatan untuk mengenal sedikit tentang Matematika karena ini ilmu yang menarik luar biasa. Andaikan ahli matematika juga punya ilmu komunikasi, betapa indahnya dunia ini.
Aku bukan ahli matematika apalagi ahli komunikasi tetapi sangat tertarik dengan sejarah #ga nyambung